Blog Details

Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. dari INSTIPER di undang sebagai pembicara plano pertama pada WOBIC 2023

WOBIC adalah Wood and Biofibre International Conference. Pada WOBIC 2023 yang diselenggarakan di Langkawi Malaysia, Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. menyampaikan tema gagasan mengenai Biomaterial sebagai pedukung, pengembangan ekotorisme atau ekowisata. Di dalam pidato nya Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. beragrumen bahwa landasan untuk penanganan biomaterial dan juga landasan untuk ekowisata adalah landscape. Dengan demikian, dengan menggunakan landscape sebagai satuan pengembangan pembangunan maka diyakini landscape ini menjadi tulang punggung, bagi pembangunan berkelanjutan. Pembicaraan mengenai landscape sudah banyak dilakukan, namun Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. memfokuskan bahwa sudah saat nya landscape ini sudah tidak hanya di bahas di forum-forum dan menjadi bahan dialegtika tetapi sudah harus di terapkan di lapangan. Dengan menggunakan pendekatan landscape maka sektor-sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, perikanan, pertenakan, maupun sektor pengguna lahan yang lainnya tidak mempunyai program kegiatan yang sediri-sendiri tetapi menjadi satu kesatuan yang saling mendukung, saling berinteraksi, saling bersinergi dalam satu bentang lahan yang sama. Kedepannya tidak satupun kehutanan, perkebunan, pertanian, perikanan, pertenakan yang bisa mencapai berkelanjutan sediri tanpa memperhatikan bagaimana asosiasinya dengan gerak dan dinamika pembangunan pada sektor lainnya. 

Selanjutnya Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. juga menyampaikan bahwa implementasi landscape atau pendekatan landscape baik dalam tataran tata kelola landscape maupun tataran pengelolaan landscape berkelanjutan harus menggunakan prinsip-prinsip berkelanjutan, prinsip-prinsip berkelanjutan selama ini di selanggaran sendiri oleh baik kehutanan sendiri, kelapa sawit sendiri, kopi sendiri, tanaman panen sendiri, perikanan sendiri, pertenakan sendiri, kedepan nya hanya ada satu standar yang berlaku yang merupakan standar irisan dari berbagai standar yang sudah ada, yang berlaku untuk semua pihak yang menggunakan landscape sebagai bidang sebagai setapak pengelolaannya. D Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. menyebutkan bahwa prinsip-prinsip tata kelola, prinsip-prinsip regulasi, prinsip-prinsip komunitas atau masyarakat dalam bentang lahan sebagai modal sosial, prinsip-prinsip kemampuan lingkunagn , termasuk kemampuan lingkungan tata air atau daerah area sungai, lingkungan yang dicerminkan oleh keanekaragraman hayati, maupun lingkungan yang indikasikan oleh udara bersih yang terbebas dari emisi karbon yang merugikan, harus menjadi bagian dari standar pengelolaan landscape berkelanjutan. Selanjutnya disampaikan juga usulan untuk melengkapi prinsip-prinsip tersebut dengan prinsip-prinsip yang berkenaan dengan ekonomi hijau, ekonomi biru yang semua nya itu berbasis efektifitas dan evisiensi kemampuan bio-produktifitas alam pada landscape yang bersangkutan. Disampaikan juga bahwa penerapan bio-ekonomi yang bersifat green ekonomi, maupun blue ekonomi, termasuk juga sirkuler ekonomi, itu tidak boleh menghilangkan bahwa semua nya itu juga harus mempunyai tingkat keuntungan yg baik dilihat dari sisi bisnis, dengan demikian prinsip-prinsip tata kelola dan landscape berkelanjutan itu akan mencangkup kepentingan-kepentingan untuk berkelanjutan ekonomi, kepentingan-kepentingan untuk berkelanjutan lingkungan, dan kepentingan keberlanjutan sistem kehidupan masyarakat. 

Selanjutnya Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. menyampaikan, bagaimaan biomaterial itu diberikan tata kelola yang baik dan pendekatan pengelolaan yang berkelanjutan dibidang tapak pada kerangka landscape. Dalam salah satu argument nya disampaikan bahwa biomaterial itu harus di lihat dari satu kesatuan yang megandung beragraman karena bisa menyangkut biomaterial yang berasal dari hutam alam , biomaterial yang berasal dari tanaman, baik tanaman hutan, tanaman perkebunan, tanaman pertanian, multikultur, bisa berupa dari bentuk sel semacam jamur sampai dengan produk-produk biomaterial berupa tanaman pangan, bisa berbentuk serat dan pohon, bisa berbntuk material dari unsur hewani, baik dari hewan pelastrian atau hewan perairan. Selanjutnya, untuk mencapai efektifitas dan efisiensi bio-produktifitas pada biomaterial pada kerangka landscape itu, Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. menyampaikan bahwa peluang pengembangannya sangat besar sekali tetapi tidak boleh melampaui atau melewati batas-batas yang disebut di dalam standar landscape berkelanjutan, sebagaimana disebutkan di atas. Pada bagian ketiga, Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. menyampaikan mengenai ekowisata disampaikan bahwa kegiatan ekowisata tidak pernah menurun kecuali pada periode covid tahun 2020-2022 tetapi kemudian pertumbuhannya terus meningkat dan sangat menjanjikan, apa lagi kedepannya diperkirakan bahwa ekowisata akan menjadi salah satu kebutuhan dasar umat manusia untuk memperoleh kesehatan pikiran, kesehatan mental dan pada akhirnya kesehatan tubuh secara keseluruhan. Yang kemudian dijabarkan untuk tidak sembarangan adalah dimana ekowisata itu beririsan dengan kepentingan pengembangan biomaterial, dibahas bahwa ekowisata bisa menjadi satu bentang lahan/satu landscape dengan biomaterial tetapi tidak seluruh keseluruhan landscape tersebut bisa dimanfaatkan sebagai pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata selalu bermula dari atraksi apa yang menarik untuk wisatawan. Atraksi ekowisata itu bisa berupa petualangan di alam, menjalani hidup di alam liar dan berhadapan dengan satwa liar, berhadapan dengan jenis-jenis tumbuhan liar, berhadapan dengan fisiografi lahan yang eksotik, bisa berhadapan dengan daya Tarik magis dari alam, tetapi juga bisa berhadapan dengan atraksi ekowisata yang berhubungan dengan komunitas. Bagaimana wisatawan itu bisa menikmati, mengalami kehidupan masyarakat yang terpencil dipelosok, yang tradisonal, yang masih menggunakan ritual-ritual adat. Yang itu menjadi daya tarik tersendiri dan termasuk dalam kegiatan wisata alam, karena ritual-ritual adat selalu melekat pada ritual-ritual alam, dimana alam itu memberikan kekuatannya atau karakteristiknya dan adat itu menghormati alam di dalam bentuk ritualnya. 

Dengan demikian, biomaterial diproduksi dari hutan alam, dari kawasan konserfasi, atau dari tutupan lahan yang mengandung nilai konserfasi tinggi menjadi pusat-pusat yang potensial untuk pengembangan ekowisata. Di dalam pusat-pusat pengembangan ekowisata itu kemungkinan biomaterial tidak dapat dikembangkan secara mekanis, secara dalam sekala besar, tetapi harus dibuat berbagai kreatifitas didalam produk-produk biomaterial. Produk-produk biomaterial itu harus lebih kreatif, yang kemudian itu dikelompokkan kepada satu pemahaman yang disebut sebagai biokreatif produk dan serfisis, biokreatif produk dan serfisis ini adalah produk-produk dan jasa-jasa dari usaha biomaterial yang kemungkinan besar mengandung daya tarik bagi wisatawan. Sebaliknya, disisi wisata alam yang berpusat pada kehidupan adventure atau petualangan, berpusat pada pengalaman hidup bersama alam, berpusat pada kehadiran manusia sebagai makluk alam, yang berpusat pada kekaguman orang untuk menikmati tidak hanya keindahan tetapi eksotisme alam yang berpusat pada hal-hal yang menabjubkan yang disediakan oleh tentang alam, tata air nya, yang dihadirkan oleh tumbuhan-tumbuhan yang langka, tumbuhan-tumbuhan yang menarik perhatian, yang juga dinyatakan oleh kehadiran berbagai satwa dari serangga, kupu-kupu, kumbang, sampai dengan satwa besar harimau, gajah, orang hutan, kukang dan lain-lain. Termasuk burung-burung yang semakin lama, semakin jarang bisa di lihat. Dinamika dan karakteristik alam itu harus dihadirkan ke dalam impian, dihadirkan kedalam citra ke dalam pikrian manusia, karena ketertarikan ekowisata itu ada dipikiran orang bukan difisik yang ada di lapangan, jadi bagaimana dari landscape yang disitu ada operasi produksi biomaterial yang kemudian produksi biomaterial itu dikembangkan ke dalam biokreatif produsen sor fisis, itu bisa dikembangkan menjadi biokreatif imegis, pikiran-pikiran yang berbasis kehidupan yang kreatif. Kehidupan yang kreatif, yang kemudian ditanamkan kepada pikiran manusia, pada mental manusia itu yang menejadi bekal bagi pengembangan ekowisata. Jadi, ekowisata mengembangkan eko-kreatif emejis, biomaterial mengembangkan bio-kreatif production serfisis dijadikan satu akan mengembangkan pengembangan eko-wisata yang sangat luar biasa. Pengembangan eko-wisata yang sangat luar biasa itu pada akhir presentasi nya Dr. Ir. Agus Setyarso, M.Sc. menyampaikan bahwa masing-masing biomaterial maupun ekowisata bisa menggundang nilai tambah, bisa membangun, meningkatkan, melipat gandakan nilai tambah dan bisa dinikmati satu di antara yang lain. Biomaterial bisa menghadirkan nilai tambah bagi ekowisata, misalkan saja biomaterial mengembangkan proses-proses produksi kopi yang tradisional tetapi memenuhi standar internasional yang kemudian produksinya itu menjadi sangat menarik karena itu menjanjikan citra rasa kopi yang sangat enak, dan itu bisa di alami, bisa di jual sebagai atraksi wisata. 

Para wisatawan bisa mengikuti, hadir, menjalani proses pembuatan kopi sampai menghasilkan kopi yang enak, termasuk diantaranya wisatawan dapat belajar menjadi barista  tradisional disitu, itu menjadi atraksi yang meningkatkan nilai tambah, meningkatkan nilai tambah karena kita bisa mengundang wisatawan untuk ikut serta tinggal bersama dengan karyawan penghasil kopi, kepada industry pengelohan kopi tinggal disitu bersama karyawan yang ada, menjalani kehidupan bagaimana memproduksi kopi. Itu artinya memperlama tinggal wisatawan, karena wisatawan harus tinggal selama 3 sampai 5 hari untuk bisa menjalani keseluruhan pembuatan kopi, itu adalah salah satu contoh nya. Contoh yang lain adalah dari sisi ekowisata, ekowisata bisa dengan mudah menghadirkan wisatawan yg memperlukan pemeliharaan kesehatan tubuh maupun kesehatan pemeliharaan mental. Itu di tawarkan kepada pengusaha biomaterial dan pengusaha biomaterial bisa menanggapi penawaran dari ekowisata yg seperti itu dgn menghadirkan di dalam bidang operasinya itu bisa menghadirkan sebengkal sungai yang masih bertumbuhan alami, masih memiliki air yang bersih, yang kemudian biomaterial menghadirkan sarang semut maupun sarang lebah penghasil madu, kemudian dari situ di proses menjadi madu untuk kecantikan, madu untuk spa, madu untuk lulur, dan sebenernya ekowisata bisa membangun spa di hutan, di samping spa di hutan, ekowisata bersama serangkaian biomaterial juga bisa menghadirkan bagaimana pengelola ekowisata  itu mengangkat pelayanan meditasi di dalam are produksi biomaterial. Itu beberapa contoh mengenai bagaimana biomaterial dan ekowisata meningkatkan nilai tambahnya.